Oleh : Ade Elvandi, S.Kom.I (Direktur Media Siber Rejangnews.com)
PENDAHULUAN
Kata hoaks sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat, terutama netizen atau warganet. Informasi yang diketahui oleh masyarakat hanya diartikan benar atau tidak benar. Namun, tidak banyak masyarakat mengetahui mana informasi yang benar atau informasi yang palsu
Di era digital saat ini, serangan isu atau berita hoaks semakin meraja lela, apalagi dengan kehadiran berbagai Media Sosial yang menjadi salah satu alat utama bagi oknum tak bertanggung jawab dalam melakukan penyebaran hoax.
Isu politik menjadi salah satu trend yang rentan akan penyebaran berita hoaks. Penyelenggara Pemilu, seperti KPU, Bawaslu dan peserta Pemilu seperti para Kandidat Calon dan Parpol sendiri, tentunya akan menjadi sasaran empuk korban berita hoaks.
Apalagi saat ini di Indonesia tahapan Pemilu 2024 sudah berlangsung. Kilas balik di sepanjang pemilu 2019 lalu, baik semasa kampanye, saat pencoblosan dan hasil hitung cepat hingga usai pencoblosan sangat gencar berita hoaks tersebar.
Sehingga disini penulis mencoba melihat sejauh mana penyebaran berita hoaks di daerah dan bagaimana perspektif media siber lokal dalam menangkal berita hoaks politik daerah.
PEMBAHASAN
Kata hoaks sendiri mulai populer di Inggris pada abad ke-18 saat terbitnya buku A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names dan Allusions to Customs yang ditulis oleh Robert Nares tahun 1822. Ia menulis hoaks berasal dari kata “hocus” dalam “hocus pocus”. Yaitu sebuah mantra atau istilah yang kerap diucapkan penyihir atau pesulap saat itu.
Di Indonesia sendiri, hoaks sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ada internet. Namun, istilahnya saja mungkin berbeda, seperti surat kaleng atau kabar burung, yang belum dapat dipastikan kebenarannya.
Sekarang, hoaks sudah memiliki rumah sendiri, seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi. Sehingga, penyebaran berita bohong semakin tak terbendung.
Halaman Selanjutnya: