Hindari 10 Ucapan Ini Kepada Anak, Resikonya Luar Biasa!

Hindari 10 Ucapan Ini Kepada Anak, Resikonya Luar Biasa!

Rejangnews.com – Seorang anak dalam merespon apa yang Ia lihat, dengar dan pelajari di sekitarnya terbagi dalam dua periode, pertama dari sejak lahir hingga umur 6 tahun, kedua dari umur 6 tahun hingga usia 12 tahun.

Di periode pertama adalah masa sang anak memiliki kemampuan luar biasa dalam menyerap informasi dari lingkungannya secara tidak sadar, layaknya sebuah spons yang mudah menyerap air. Di usia ini disebut masa pikiran menyaring.

Sementara, di periode kedua adalah masa pikiran rasional, kemampuan anak dalam merespon informasi mulai memudar, karena sang anak sudah mulai berpikir rasional.

Dua periode perkembangan otak sang anak di atas adalah konsep “The Absorbent Mind” milik Maria Montessori, seorang pendidik dan dokter Italia yang terkenal karena metode pendidikan Montessori yang inovatif.

Karena itu, perlu menjadi perhatian para orang tua dalam berperilaku maupun berucap di dekat sang anak usia 0 – 6 tahun, lantaran anak di usia itu sangat sensitif dan mudah merespon keadaan lingkungan sekitarnya.

Bahkan, perkataan orang tua dapat memengaruhi perkembangan otak anak hingga berpengaruh pada pola pikir akan keberhasilan sang anak di masa depan.

Untuk itu, disini Rejangnews.com coba merangkum 10 ucapan yang mesti dihindari orang tua saat berbicara kepada anak, dilansir dari Parents.

1. “Hati-hati.”

Saat anak sedang bermain, berlarian atau menaiki sesuatu, kerap terucap oleh orang tua “Hati-hati nak, nanti jatuh”. Padahal kalimat ini, malahan akan membuat kemungkinan mereka terjatuh.

Karena, menurut Penulis Baby Knows Best, Deborah Carlisle Solomon. “Kata-kata anda akan mengalihkan mereka dari apa yang mereka lakukan,” ujarnya.

Sebaiknya, jika orang tua cemas, maka dekati mereka sembari berjaga-jaga dan tetap mengawasi mereka setenang mungkin.

2. “Kamu hebat/keren.”

Pujian terhadap anak harus diperhatikan, karena jika sang anak selalu mendapat pujian dari orang tua, seperti “Kamu Hebat”, “Kamu Keren Sekali” atau bentuk pujian lainnya, maka anak akan bergantung pada pujian daripada motivasi diri.

Hal tersebut dipertegas oleh Penasihat orang tua Jenn Berman dalam bukunya The A to Z Guide to Raising Happy Confident Kids. Menurutnya, dalam memberikan pujian kepada anak, orang tua dianjurkan memberi pujian pada saat yang benar-benar tepat.

Lanjutnya, saat memberikan pujian terhadap anak harus disertai dengan keterangan, misalnya daripada mengatakan “Kamu hebat sekali”, lebih baik katakan “Tadi kamu keren saat bermain, tapi ayah/bunda lebih suka jika kamu dapat bekerjasama dengan teman-teman kamu.”

3. “Cepat-lah!”

Saat orang tua sedang terburu-buru ingin berpergian dengan anaknya, dan anak masih berlama-lama dengan aktivitas nya, jangan sampai kita sebagai orang tua mengatakan “Cepat/ segeralah bergegas”.

Karena ucapan tersebut akan membuat mereka bergerak tidak beraturan dan menciptakan stres tambahan, kata Linda Acredolo, Ph.D., rekan penulis Baby Minds.

Namun, lembutkan sedikit nada dengan mengatakan “Ayo kita bersama-sama sedikit lebih cepat”, ini memberi kesan kepada anak, bahwa dirinya dan orang tua adalah satu tim yang kompak.

4. “Sudahlah, jangan menangis.”

Ketika anak terjatuh dan menangis, biasanya orang tua tanpa sadar akan berucap. “Sudah jangan nangis, ini tidak sakit”. Padahal kalimat ini akan semakin memperburuk keadaan.

Dikatakan Dr. Berman, “Anak menangis, karena memang sakit”. Sebagai orang tua alangkah baiknya ikut merasakan apa yang sedang dialami sang anak.

Cobalah peluk anak anda, sembari bertanya “mau dipasang perban/obat atau ciuman supaya sembuh”.

5. “Sini ayah/bunda bantu.”

Ketika anak sedang berimajinasi menyusun kerangka mainan nya, seperti robot, balok susun atau hal lain. Tentu, wajar orang tua membantu.

Tapi, jangan terlalu cepat kita ikut serta membantunya dalam menyelesaikan teka-teki atau susunan permainan tersebut.

Karena menurut Myrna Shure, seorang profesor emeritus psikologi di Drexel University, Philadelphia dan penulis Raising a Thinking Child. Jika orang tua terlalu ikut campur, maka akan merusak kemandirian anak Anda.

Semestinya, ajak anak berdiskusi jika kita melihat kesalahan, misalnya saat sedang menyusun balok, “Menurut kamu mana yang lebih pas atau bagus di bagian atas, yang kecil-kah atau yang besar? Kenapa seperti itu? Mari kita coba.”

6. “Makanya belajar supaya berhasil/pintar.”

Kalimat di atas memberikan kesan mengekang terhadap anak atau mereka akan merasa tertekan dengan tuntutan orang tua.

Karena perkataan tersebut mengisyaratkan anak harus berhasil atau sukses. Seperti dikatakan Joel Fish, Ph.D., penulis 101 Ways to Be a Terrific Sports Parent.

Lantaran, sang anak akan memaknai kalimat tersebut sebagai “Kegagalan ini muncul, karena kurang giat dalam belajar”. Meskipun benar, banyak belajar atau berlatih akan mempertajam keterampilannya.

Sebaiknya, orang tua memberikan dorongan atau ajakan agar anak berusaha keras, karena sang anak akan merasa diperhatikan dan bangga dengan pencapaiannya serta akan belajar dengan dengan lebih giat.

7. “Ayah/Bunda tidak ada uang untuk membelinya.”

Biasanya perkataan seperti ini muncul saat anak minta dibelikan sesuatu, misalnya mainan. Padahal ungkapan ini akan membuat sang anak beranggapan bahwa orang tuanya tidak mampu.

Serta akan menimbulkan prasangka tidak baik kepada orang tuanya, bahkan menakutkan bagi anak-anak jika berbicara soal uang, ujar Penulis Kids and Money, Jayne Pearl.

Dirinya menyarankan, untuk menyampaikan gagasan, “Kita tidak akan membelinya karena kita sedang menabung untuk sesuatu yang lebih penting.”

Jika anak masih bersikeras untuk membelinya, maka orang tua harus pintar memanfaatkan momen ini untuk membahas sesuatu, baik terkait mengatur keuangan atau mengalihkan pembicaraan yang lebih positif.

8. “Jangan asal bicara dengan orang yang tidak dikenal/asing.”

Nasihat seperti ini, sulit dipahami oleh anak kecil, apalagi jika orang tidak dikenal berbuat baik kepadanya.

Dikhawatirkan jika anak menuruti nasihat tersebut, maka anak akan menolak bantuan Polisi atau petugas pemadam kebakaran yang tidak mereka kenal saat sedang dalam situasi darurat.

Seperti disampaikan Direktur eksekutif National Center for Missing & Exploited Children, Nancy McBride. Daripada mengatakan kalimat tersebut, lebih baik ajukan anak pertanyaan.

Atau ajak anak berdiskusi, misalnya “apa yang akan kamu lakukan jika ada orang tidak dikenal datang dan menawari kamu permen dan tumpangan pulang?”.

Selanjutnya, setelah anak menjelaskan apa yang akan Ia lakukan. Maka, orang tua harus dapat menanggapi jawaban anak sembari membimbing mereka ke tindakan yang lebih tepat.

9. “Habiskan dulu nasinya, baru makan kue.”

Mengatakan kalimat ini, justru mengurangi minat atau kesukaan anak terhadap makanan itu sendiri. Sehingga anak akan lebih memilih makanan cemilan daripada makanan pokok.

Seperti dikatakan David Ludwig, direktur New Balance Foundation Obesity Prevention Center di Boston Children’s Hospital dan penulis Ending the Food Fight. Kepada orang tua agar menyampaikan pesan sehalus atau selembut mungkin.

Contohnya, “Mari kita makan nasi terlebih dahulu, baru setelah itu kita makan kuenya”. Karena perubahan kata-kata yang lebih bijak, tentu berdampak lebih positif.

10. “Kamu nakal atau jangan nakal.”

Para orang tua kerap melontarkan kalimat ini, biasanya saat anak sedang tantrum. Menurut, beberapa pakar psikologi, sebaiknya menghindari mengatakan ungkapan ini kepada anak.

Sebaiknya, menggunakan bahasa yang lebih positif dan bersifat mendukung untuk membantu mereka memahami perilaku yang tepat, sehingga mereka lebih termotivasi untuk berperilaku baik.

Misalnya, “Ayo coba bermain dengan cara yang lebih baik, sopan dan aman”. Kerena kalimat positif dinilai lebih efektif dalam membentuk karakter anak dan membangun hubungan yang baik dengan mereka. (RNO)

Space Iklan
Bayar Disini Aja
Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top